Cari Apa?

Ah, Aku Ngga Mau Dijdodohkan

Ah, Aku Ngga Mau Dijdodohkan

Ah, Aku Ngga Mau Dijdodohkan

Ah, Aku Ngga Mau Dijdodohkan...

Oke, siapa yang sering bilang begini? wkwk. Masalah pernikahan memang suatu hal yang tak mau dianggap enteng bagi setiap orang, dianggap hal sakral yang hanya di lakukan sekali untuk seumur hidup. Tak mau salah orang, tak mau salah pilih, dan tak mau di pilihkan wkwk. “Bukan zamannya siti nurbaya lagi deh, tak usah lah main jodoh-jodoh an,  seperti tidak laku aja anaknya”, Protes mereka.


Orang yang dahulu, dulu sekali, sebelum saya lahir pastinya dong wkwk, lumrahnya semua anak pasti dijodohkan sama orang tuanya, mau perempuan mau laki-laki terserah orang tuanya. Mereka hanya akan mengangguk dan mengiyakan saja, biar tidak kualat seperti maling kundang. Orang dulu banyak yang putus pendidikannya hanya karena ikut orang tuanya bekerja, hanya karena dijidohkan oleh orang tuanya, siap tidak siap harus siap, iya atau tidak, harus iya. Tak perlu jauh-jauh, takdir orang tua saya pun tak luput dari perjodohan. 


Perjodohan diistilahkan dengan hidup sama orang yang tidak di cintai ya kan? hehe. Padahal dulunya tidak kenal, eh malah mau tidak mau harus hidup bersama selama-lamanya, atas keinginan orang tua pula. Perjodohan terkenal dengan pemaksaan, padahal sudah punya do’i, eh malah orang tua tidak setuju dan disandingkan dengan pilihannya. Perjodohan identik dengan tidak bahagia, bagaimana tidak? Orang tua dengan se enaknya memerintah anaknya untuk hidup sama orang yang tidak kita suka. Dan banyak sekali persepsi lain tentang jodoh.


Nah, saya punya cerita, tapi namanya di skip ya hehe, jangan jadikan ini sebagai gunjingan, tapi pelajaran. Seseorang pernah cerita sama saya, bahwa dia sudah bertunangan saat MA, dan menikah setelahnya, tentunya dengan pilihan orang tua, bukan kemauannya dan dia tidak suka itu. Di masa tunangan, calonnya itu sering kali ikut keluarga dia ketika mengunjungi ke pondok, dan dia biasanya tidak mau ketemu wkwk, tapi ketika calonnya pamit pulang dan mengasihnya angpau, baru dia mengambilnya, ah dasar hehe. Setelah menikah,  hidup rukun dengan satu anak, pernah melahirkan dua kali tetapi sayang anaknya tidak punya kesempatan untuk menglihat dunia ini, innalillahi, alfatihah untuk mereka. Ah, usut punya usut ternyata dia ada main dengan laki-laki lain, alasan klasiknya bisa jadi karena dulu dia tidak suka dijodohkan, karena tidak bisa menyuarakan haknya dan tidak berdaya,  dia bales dendam mungkin, kemanalah pikirannya. Lagi, lagi persepsi negatif tentang perjodohan, memang tidak ada sisi positifnya apa?

Siapa bilang perjodohan tidak ada sisi positif, dimana-mana mah suatu hal itu pasti ada sisi positif dan negatifnya, termasuk perjodohan ini. Bahkan, saya pun pernah ingin menikah karena dijodohkan wkwk, sampai-sampai sama temen saya di tegur, “dih, mbak ul mikir apa sih” “otakmu  kau taruh mana nak?” Ish, tanya dulu dong kenapa ada pemikiran begitu.

Baik, Saya mau cerita singkat tentang kisah perjodohan orang tua saya. Ibu saya adalah anak kedua dari tiga bersaudara, punya abang dan juga adek, sempurna kali ya hehe. Sama seperti ibu, semua saudara ibu nikah karena dijodohkan, diurut dari yang paling tua, pamali katanya kalau ngelangkahi kakak kandung wkwk dan paling mirisnya dengan orang yang masih ada hubungan darah, sekampung pula, et dah tak ada kampung lain apa wkwk. Nah, anggap si kakak sudah nikah, sekarang giliran ibu yang dinikahkan. Singkat cerita, namanya juga pernikahan pasti ada bumbu-bumbu penyedap rasa, eh iya maksudnya pertengkaran, cekcok, beda pendapat dan sebagainya, apalagi dijodohkan tidak tau asal muasal calonnya, sifat dan sikap calonnya, ya bagaimana tidak bertengkar wkwk. tapi, berita baiknya, si ibu dan si bapak bisa melewatinya, ah tu kan so sweet. 
Nah, ketika aku beranjak dewasa, sudah paham tentang virus merah muda, aku sadar betapa so sweet nya mereka, betapa mesranya mereka, bahkan melebihi tetangga ku yang nikah dengan pilihannya sendiri, ah sabar mblo wkwk. dari situlah aku sempat mikir, enak kali ya kalau aku nikah karena dijodohkan, nanti endingnya seperti mereka wkwk.

Nah sekarang, coba kalian yang punya orang tua, nenek kakek yang masih ada, tanyakan pada mereka, mereka nikah karena dijodohkan atau dengan pilihannya sendiri? Kalau orang yang nikah dibawah tahun 90-80an biasanya nikah karena dijodohkan. Lalu coba tanya, apakah untuk pertama kalinya mereka langsung merasakan cinta? Tentu tidak, proses dong bro. tapi coba lihat, mereka tetap berdiri tegak berdua, saling mengasihi dan menyayangi, buktinya dengan adanya kamu sendiri, bukankah ini hasil dari sebuah cinta? 

So, tidak semua ending dari perjodohan adalah kesengsaraan! Dahulu, sedikit sekali perceraian, padahal dahulu 80% semuanya nikah karena dijodohkan. Coba lihat sekarang? Perceraian semakin membeludak, padahal hasil dari pilihannya sendiri. Lalu bagaimana? Sampai sini paham?


Semua orang pasti memiliki pendapat yang tentunya berbeda-beda, bukan?
Pintar-pintar saring saja oke?
Salam santuy dari saya hehe...

{{ x.judul }}