Belajar Ikhlas, dari sebuah Novel “Daun yang jatuh tak pernah membenci angin”
Identitas buku
Judul buku: Daun yang jatuh tak pernah membenci angin
Penulis: Tere
liye
Tahun tebit:
2010
Penebit: PT
Gramedia pustaka utama
Nomor ISBN:
978-602-03-3160-7
Jumlah halaman:
264
Pengulas:
Sulfaini
Review Buku
Jujur saja, saat
membaca sinopsis dari buku ini, dengan bodohnya aku memikirkan sesuatu yang
jelas-jelas salah, “Oh, ini ceritanya seorang anak yang mencintai ayah tirinya.”
Eh? Astaghfirullah banget si
Berawal dari
Tania yang kakinya tertancap paku payung saat mengamen di bus, ada seseorang
yang menolongnya hingga berlanjut sampai kehidupan keluarga Tania benar-benar
layak, ia adalah Danar; malaikat keluarga Tania. Danar menolong keluarga Tania,
sejak Tania masih kecil, adiknya juga kecil dan ibu-ibunya yang sering
sakit-sakitan sampai Tania sudah beranjak dewasa, adiknya juga remaja dan
ibunya yang sudah meninggal.
Namun Tania
dengan tidak tau dirinya membalas kebaikan malaikatnya dengan perasaan bodohnya,
membiarkan perasaan di hatinya mekar bahkan saat itu rambutnya masih berkepang
dua (masih kecil). Tania seorang anak kecil yang masih berumur belasan tahun,
mempunyai perasaan lebih pada Danar yang berumur tiga puluh tahunan. Ah, cinta
memang buta ya.
Sudah banyak
rintangan yang Tania lewati, bahkan dia harus benar-benar menyimpan perasaan itu
selama belasan tahun. Hingga akhirnya kenyataan pahit harus Tania telan; Danar
menikah dengan Ratna, Dede (adiknya Tania) memanggilnya dengan sebutan ‘tante’.
Tidak, kisah
ini tidak berakhir setragis yang kalian pikirkan, masih ada banyak kejutan.
Kalian penasaran? Baca dong wkwk.
Sejak dulu, aku
suka sekali dengan cara menulisnya bang tere, apalagi narasinya. Benar-benar
sangat menghipnotis pembaca termasuk aku sehingga benar-benar menikmatinya,
apalagi banyak sekali taburan kalimat diksi yang indah.
Mengenai alur
juga tidak bisa diragukan lagi, masalah memainkannya bang tere sudah sangat
mahir apalagi sudah mencetak puluhan buku. bahkan, di detik-detik terakhir penghabisan
buku ini, semakin menambah penasaran, semakin menambah kenikmatan dengan campur
aduknya cerita antara Dede yang menceritakan semua pada Tania, dan Tania yang
sedang menumpahkan segala rasa kepada Danar. Bab favorit aku tuh.
Banyak yang
bisa kita ambil pelajaran dalam novel ini, diantaranya ialah;
Belajar ikhlas layaknya daun yang jatuh tak pernah membenci angin
“Daun yang
jatuh tak pernah membenci angin. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. tak
melawan. Mengikhlaskan semuanya.” (hal 63)
“Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang
indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus
memahami, pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian,
dan pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan
menyakitkan” (hal 196)
Ini adalah
kalimat favoritku dalam buku ini, kalimat yang diksinya sangat bagus dan indah dengan
nilai plus maknanya yang sangat dalam.
Mengikhlaskan
sesuatu apalagi yang teramat penting bukan perkara mudah memang, apalagi untuk
ukuran usia yang masih terlampau anak-anak. Remaja dan orang tua sekalipun
tidak menjamin bisa mengikhlaskan sesuatu yang amat berharga namun kenyataannya
tak bisa didekapnya.
Seperti
layaknya Tania dan adiknya yang harus benar-benar mengikhlaskan ibunya di usia
yang masih kanak-kanak, di usia dimana sosok ibu begitu penting ketika ayah
sudah lama tidak ada, di usia dimana seharusnya ibu yang menjadi tulang
punggung keluarga dengan ayah yang sudah dahulu pergi meninggalkan mereka. Siapa yang
bisa membayangkan seorang anak berusia tiga belas tahun dengan adik yang
berusia delapan tahun telah kehilangan ibunya, dengan keadaan ayah juga sudah hilang sebelumnya.
Atau layaknya
Tania yang harus mengikhlaskan perasaan bunga mekarnya, mengikhlaskan rindu
yang selalu meronta-ronta, dan mengikhlaskan hatinya perih karena kabar dukanya
(dia yang akan menikah).
Tahukah kalian?
Allah tak akan benar-benar membiarkan hambanya berjuang sendiri, Allah tak akan
sebegitu teganya membuat kalian
menanggung banyak-banyak ujian tanpa memberi hadiah yang menakjubkan? Lihatlah
kaka beradik yang ditinggal kedua orang tuanya itu sekarang benar-benar hidup
serba layak, Tania yang dulunya hanya menjadi pengamen jalan kini dapat sekolah
dan kuliah di singapura. Dede (adiknya Tania) yang dulu menjadi pengikut setia
Tania saat mengamen kini menjadi pria ganteng nan dewasa yang hebat bermain lego pun sangat pandai
menulis.
Atau lihatlah
nanti ending dari sebuah perjuangan Tania mengubur perasaannya, menutup rindu
yang selalu meronta-ronta. yang terbaik buatmu belum tentu terbaik menurut
Allah, namun yang terbaik menurut Allah itu pasti baik buatmu.
Perjuangan tak akan berakhir sia-sia
Siapa yang
menyangka, pengamen cilik yang telah putus sekolah, tinggal beratap dan
berdinding kardus akan menjadi mahasiswa lulusan terbaik, akan menjadi remaja
yang mahir menulis buku, namun kenyataanya memang begitu, kehidupan Tania dan
Dede (adiknya) seratus delapan puluh derajat berubah dengan perantara Danar
yang membantunya.
Siapa yang
menyangka, pengamen cilik yang tertancap paku payung saat mengamen, bisa
sekolah di singapura? Sampai kuliahnya pun disana.
Siapa yang
menyangka, pengamen cilik yang dulu hanya berkeliling mencari uang, akan pandai
bermain lego? Akan pandai menulis buku?
Allah maha
membolak-balikkan balikkan keadaan, Tania yang punya kesempatan kembali bersekolah
tidak menyia-nyiakan waktunya untuk belajar, ia bersekolah di pagi hari, mengamen
siang hari, dan belajar di malam hari, belajar dengan sangat tekun, tamparan
bagi aku-
Dede yang
diberi hadiah lego untuk pertama kalinya benar-benar tekun mengerjakannya sampai
hari ini ia begitu mahir memainkannya dengan kurun waktu yang cepat.
Mereka
berjuang, bukan diam dan Allah maha menyaksikan. Lantas, Allah benar-benar
memberi apa yang mereka harapkan. Ah, indah ya?