Penulis: La ode munafar & dwi suci apriani (sepasang suami istri)
Penerbit: Gaul fresh
Penyunting: Andhika dwijayanto
Desain sampul: Heni pratiwi
Tahun cetak: 2016
Jumlah halaman: 168 hal
Pengulas: Sulfaini
Aku dapat tantangan dari #RCO untuk membaca buku fisik yang berada
di rak kamar genre bebas. Bingung, mau
baca apa padahal buku yang belum tersentuh dan terbaca sekitar 7 buku. awalnya
pilih sebuah novel biar cepet selesai bacanya, eh kok bahasanya njelimet ya?
Udah baca 40 halaman auto ganti buku lain dong hm. Takdir lah, buku calon umi
shalehah menjadi pilihan selanjutnya.
Buku itu aku dapat dari hadiah #rmtmchallenge bulan September lalu,
tapi emang nggak aku baca karena merasa belum saatnya dong ahaha. Setelah baca
di bab pertama, ternyata oh ternyata aku suka sekali, bahasanya ringan, enak dibaca, nggak seperti menggurui
malah lebih berasa aku berhadapan langsung dengan kedua penulis tersebut.
Dalam bukunya juga ada sebuah kisah yang dikemas seperti cerpen,
sehingga tidak membuat pembaca jenuh ketika hanya membaca nasihat-nasihat
belaka. Oh iya, kurangnya buku ini ada beberapa kata yang masih typo.
Buku calon umi shalehah dibaca sebelum menjadi istri dan ibu
(Namanya juga calon yek, ya pasti sebelum lah), iya iya, tapi kan
mana tau punya pikiran kek aku kemaren, nggak mau dibaca karena merasa belum
saatnya wkwk.
Buku calon umi shalehah bukan juga hanya dibaca sebulan sebelum
menikah, atau setelah tunangan baru baca, bukan ya. Buku ini cocoknya dibaca
saat usia udah remaja atau boleh sangat ketika udah punya perasaan ingin
menikah ahaha.
Menjadi umi shalehah bukanlah pekerjaan instan yang akan bisa
dilakukan hanya dengan kursus sejam dua jam. Menjadi umi shaleha tidaklah mudah
seperti film-film yang ketika ditimpa musibah, langsung berubah menjadi sosok
wanita yang sangat baik dan shaleha, tidak. Tetapi, menjadi umi shaleha
haruslah dicoba dan belajar dari sekarang.
Apalagi kalau kejadian mendadak terjadi, tiba-tiba saja ada kejadian yang
mengharuskan kamu menikah, padahal sebelumnya nggak pernah terlintas untuk
menikah, nah ini gunanya belajar menjad umi shaleha. Kak Ode dalam bukunya
menyampaikan beberapa kisah mendadak yang mengharuskan seorang wanita menjadi
istri walaupun sebelumnya nggak ada niatan sama sekali.
Setiap wanita haruslah menjadi umi yang shaleha
“Wanita dalam islam sangat berharga, tidak murahan dengan dinilai
hanya fisik saja. wanita punya potensi besar luar-dalam, yang jika digunakan
untuk melaksanakan tugas sebagai umi shalehah, Allah akan menganggkat
derajatnya dan memberi pahala berkali-kali lipat.” (hal 42)
Yah, membaca buku ini membuat aku menjadi lebih paham bahwa Allah
tidak sembarang menjadikan wanita sebagai ibu dan istri; umi shaleha. Perbedaaan
mendasar antara wanita dan laki-laki sangat gamblang dijelaskan di bukunya. Bukan
maksud merendahkan laki-laki, tapi memberikan pengertian bahwa rencana Allah
tidaklah salah. Wanita menjadi umi shaleha memang sudah di ranah yang tepat. Salah
satu perbedaan mendasarnya dalam penjelasan buku tersebut adalah menurut survey,
rata-rata wanita membutuhkan berbicara sebanyak 16-20 ribu kata perhari,
sedangkan laki-laki hanya 6-7 ribu perhari. Kalau saja kebalik, bagaimana
seorang ibu akan menjawab pertanyaan-pertanyaan konyol dari anak? Mengajari anak?
Dan sebagainya.
Tugas wanita pula bukanlah hanya menjadi sekedar ‘ibu rumah tangga’
yang hanya memasak, menyapu, mencuci, memandikan anak dan sebagainya, tetapi
juga harus menjadi ibu rumah tangga yang shalehah wkwk. bagaimana harusnya
melayani suami dengan baik, bagaimana harusnya mengajari anak dengan baik dan
bagaimana seharusnya tetap bisa menjadi hamba dengan baik, bukankah begitu?
Persamaan wanita dan laki-laki salah satunya, sama-sama diperintah
untuk berdakwah, iya berdakwah. Tentu jika kita; wanita sudah membaca dan
mempelajari menjadi umi shaleha sudah pasti paham harus berdakwah bagaimana, ya
kalau tidak bisa diluar, di dalam rumah juga bisa, mendakwahi keluarga misal.
Seperti kak Ode dan istrinya kak Dwi, mereka adalah sepasang suami
istri yang menurutku jalan dakwahnya sangat baik. Kak ode pun menyeret cerita
bagaimana kak ode dan istrinya bertemu; di tempat dakwah. Setelah menjadi suami
istri pun keduanya tidak berhenti berdakwah, bahkan gerakan besar yang ada di
indonesia #Indonesiatanpapacaran penggagasnya adalah kak Ode, dan kak Dwi juga
mempunyai tugas di gerakan itu. sungguh, aku begitu kagum.
“Dunia ini adalah perhiasan. Dan sebaik-baiknya perhiasan ialah istri shalehah”
Teruntuk calon-calon umi yang shaleha, kurang rasanya jika belum
membaca buku calon umi shaleha ini sebelum benar-benar menjadi umi shaleha. Ingat,
menjadi umi shaleha bukanlah pekerjaan instan, mari baca buku calon umi shaleha
sekarang juga, biar tidak menyesal kemudian.